Site icon hidayatulhikmah.ponpes.id

2 Tersangka Kasus Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon: Pemilik Tambang dan Pengawas

I. Kronologi Kejadian

Pada Jumat, 30 Mei 2025, terjadi longsor hebat di tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Longsoran besar menimbun area kerja tambang, mengakibatkan 17 orang tewas dan 8 lainnya masih hilang. Tim SAR gabungan dari Polres Cirebon, BPBD, TNI, dan relawan bekerja keras dalam kondisi medan sulit dan cuaca buruk untuk mengevakuasi korban.

II. Penyebab Longsor

Investigasi awal mengungkapkan bahwa longsor disebabkan oleh kesalahan dalam pola penambangan. Teknik yang digunakan tidak sesuai dengan standar keselamatan, seperti tidak adanya sistem terasering atau berundak yang disarankan oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air dan Pertambangan (PSDAP) Kabupaten Cirebon.

Selain itu, terdapat indikasi bahwa longsor tersebut disengaja. Pengelola tambang diketahui telah melakukan pengerukan di bagian bawah tebing dengan tujuan mempermudah pengambilan material, yang dapat memicu longsor.

III. Peran Tersangka

1. Pemilik Tambang (SA)

SA, pemilik tambang, diduga bertanggung jawab atas kelalaian yang menyebabkan longsor. Sebagai pemilik, SA memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa operasi tambang memenuhi standar keselamatan dan lingkungan yang berlaku.

2. Pengawas Lapangan (SUR)

SUR, pengawas lapangan, juga ditetapkan sebagai tersangka. Sebagai pengawas, SUR bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan penambangan dilakukan sesuai dengan prosedur yang aman. Kegagalannya dalam menjalankan tugas ini berkontribusi pada terjadinya longsor.

IV. Dampak Sosial dan Lingkungan

Tragedi ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa, tetapi juga berdampak pada masyarakat sekitar. Aktivitas penambangan yang tidak terkontrol dapat merusak lingkungan, mengancam keselamatan pekerja, dan menciptakan ketidakpastian ekonomi bagi keluarga korban.

V. Tindakan Pemerintah dan Penegakan Hukum

Pemerintah Kabupaten Cirebon, melalui Komisi III DPRD, telah melakukan survei ke lokasi tambang untuk menilai penyebab longsor. Mereka menegaskan akan memberikan sanksi tegas jika ditemukan pelanggaran prosedur.

Selain itu, Pemkab Cirebon menyatakan bahwa kewenangan terkait aktivitas penambangan berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun, Pemkab tetap berkomitmen untuk melakukan pemantauan dan koordinasi dengan pihak provinsi.

VI. Kesimpulan

Tragedi longsor di tambang Gunung Kuda merupakan peringatan keras tentang pentingnya penerapan standar keselamatan dalam industri pertambangan. Kegagalan dalam menjalankan prosedur yang benar dapat berakibat fatal. Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran di sektor pertambangan.

I. Latar Belakang Kasus

Tambang Gunung Kuda yang berlokasi di Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, merupakan salah satu tambang batu yang cukup aktif dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pada 30 Mei 2025, bencana longsor hebat melanda area tambang tersebut. Longsoran tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian material tetapi juga menelan korban jiwa dan menyisakan duka mendalam bagi masyarakat.

Setelah penyelidikan, pihak kepolisian menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yaitu:

Keduanya diduga lalai dalam menjalankan fungsi dan kewajibannya, sehingga menyebabkan terjadinya longsor yang fatal.


II. Profil Tersangka

1. SA – Pemilik Tambang

SA adalah seorang pengusaha lokal yang telah mengelola tambang Gunung Kuda selama lebih dari lima tahun. Dengan modal usaha pribadi, ia membuka dan mengoperasikan tambang batu kapur dan batu pecah yang cukup besar.

Sebagai pemilik, SA memiliki tanggung jawab penuh atas keamanan operasional tambang, kelayakan peralatan, serta memastikan penerapan standar keselamatan kerja. Namun, dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa SA kurang memperhatikan penerapan standar keamanan dan prosedur teknis yang berlaku, terutama dalam hal pengelolaan tebing dan pengawasan aktivitas penambangan.

2. SUR – Pengawas Lapangan

SUR merupakan pengawas yang bertugas langsung di lapangan. Ia bertanggung jawab mengawasi aktivitas penambangan agar sesuai dengan standar teknis dan keselamatan.

Dari hasil penyelidikan, SUR diduga lalai dalam melakukan pengawasan. Ia tidak mengindahkan peringatan dari pekerja atau ahli terkait potensi longsor, dan membiarkan aktivitas pengerukan di zona rawan longsor berjalan tanpa tindakan pencegahan yang memadai.


III. Analisis Teknis Penyebab Longsor

Longsor di tambang Gunung Kuda terjadi karena kombinasi dari beberapa faktor:

1. Penggalian Berlebihan di Bawah Tebing

Aktivitas penambangan yang dilakukan dengan mengeruk bagian bawah tebing menyebabkan ketidakseimbangan tanah. Hal ini melemahkan struktur penahan alami, sehingga meningkatkan risiko longsor.

2. Tidak Ada Sistem Terasering

Penambangan seharusnya dilakukan dengan sistem berundak (terasering) untuk menjaga kestabilan lereng. Namun, praktik yang dilakukan hanya menimbulkan lereng curam tanpa penopang yang memadai.

3. Drainase dan Pengelolaan Air

Sistem drainase yang buruk menyebabkan akumulasi air di bawah tanah. Tekanan air tersebut mempercepat kerusakan struktur tanah dan mengurangi kohesi, sehingga memperbesar potensi longsor.

4. Pengabaian Protokol Keselamatan

Pengawas lapangan dan pemilik diduga mengabaikan standar protokol keselamatan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 15 Tahun 2018 tentang Keselamatan Pertambangan.


IV. Pelanggaran Regulasi

Dalam kasus ini, tersangka SA dan SUR diduga melanggar beberapa regulasi, antara lain:

Pelanggaran yang terjadi berupa:


V. Dampak Sosial dan Ekonomi

1. Korban Jiwa dan Keluarga

Sebanyak 17 pekerja tewas dan beberapa lainnya mengalami luka-luka. Tragedi ini mengakibatkan kehilangan penghasilan keluarga korban dan trauma mendalam bagi masyarakat sekitar.

2. Kerusakan Lingkungan

Aktivitas tambang yang tidak terkontrol merusak ekosistem sekitar, termasuk hutan dan sumber air yang berdekatan. Longsor juga menimbulkan pencemaran tanah dan sungai.

3. Krisis Kepercayaan Masyarakat

Warga sekitar kehilangan kepercayaan terhadap pengelolaan tambang. Mereka menuntut transparansi dan tindakan tegas agar kejadian serupa tidak terulang.


VI. Tindakan Aparat Penegak Hukum

Polisi telah melakukan penyelidikan intensif dan menahan SA serta SUR sebagai tersangka utama. Proses hukum dilanjutkan dengan:

Pihak kepolisian berjanji akan menuntut secara tegas pelaku yang bertanggung jawab sesuai ketentuan hukum.


VII. Studi Perbandingan Kasus Longsor Tambang di Indonesia

Kasus longsor di Gunung Kuda mirip dengan beberapa kasus sebelumnya di berbagai daerah:

Dari beberapa kasus tersebut, pola pengabaian protokol keselamatan masih menjadi masalah utama.


VIII. Rekomendasi Kebijakan

Untuk mencegah tragedi serupa:


IX. Peran Masyarakat dan Media

Masyarakat lokal dan media memegang peranan penting dalam mengawal proses hukum dan pengelolaan tambang. Dengan pengawasan aktif, potensi risiko dapat dikurangi dan pelaku pelanggaran bisa segera ditindak.


X. Penutup

Kasus longsor tambang Gunung Kuda Cirebon mengingatkan kita bahwa sektor pertambangan membutuhkan pengelolaan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Penetapan tersangka terhadap pemilik dan pengawas tambang menunjukkan komitmen hukum untuk melindungi keselamatan pekerja dan masyarakat. Namun, upaya pencegahan harus terus ditingkatkan agar tidak ada lagi korban jiwa akibat kelalaian dalam pertambangan.

XI. Kronologi Lengkap Kejadian Longsor Tambang Gunung Kuda

Pada Jumat pagi, 30 Mei 2025, aktivitas penambangan di Gunung Kuda sedang berlangsung seperti biasa. Para pekerja mulai beroperasi sejak pukul 07.00 WIB dengan memecah batu dan mengangkut material. Pada pukul 09.45 WIB, tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dari arah tebing tambang.

Tebing setinggi kurang lebih 25 meter di area pengerukan bawah longsor secara tiba-tiba, menimbun pekerja yang berada di bawahnya. Evakuasi awal dilakukan oleh sesama pekerja dan alat berat yang ada, namun longsor susulan terjadi beberapa kali menghambat upaya penyelamatan.

Tim SAR bersama BPBD Kabupaten Cirebon tiba sekitar 2 jam kemudian dan memulai pencarian korban. Karena kondisi medan yang curam dan tidak stabil, proses evakuasi berlangsung hingga malam hari. Korban tewas mencapai 17 orang, dan 8 orang lainnya hilang sampai akhirnya dinyatakan meninggal dunia.


XII. Wawancara dengan Saksi Mata dan Keluarga Korban

Saksi Pekerja – Agus (35 tahun)

“Kami sebenarnya sudah merasa ada tanda-tanda tebing tidak stabil. Beberapa kali ada retakan kecil dan tanah longsor kecil, tapi pengawas di lapangan mengatakan semuanya aman dan meminta kami terus bekerja.”

Keluarga Korban – Ibu Sari, istri almarhum Slamet

“Suami saya pergi kerja pagi itu dengan harapan membawa pulang rejeki. Tapi saya menerima kabar duka bahwa dia ikut tertimbun longsor. Kami berharap pelaku bertanggung jawab dan tidak ada keluarga lain yang mengalami nasib sama.”


XIII. Analisis Hukum Mendalam: Tanggung Jawab dan Hukuman

Tanggung Jawab Pidana

Hukuman yang Mungkin Diterima


XIV. Dampak Psikologis dan Sosial

Selain dampak fisik, longsor ini meninggalkan trauma psikologis mendalam bagi keluarga korban dan pekerja tambang yang selamat. Banyak yang mengalami stres berat, kecemasan, bahkan gangguan tidur akibat peristiwa tersebut.

Masyarakat sekitar juga merasakan ketidakamanan dan kekhawatiran terhadap keberlanjutan usaha tambang yang selama ini menjadi sumber ekonomi mereka namun juga sumber bahaya.


XV. Reaksi Pemerintah dan Langkah Penanggulangan

Pemerintah daerah telah mengeluarkan pernyataan resmi terkait kejadian ini, antara lain:


XVI. Studi Kasus Perbandingan dan Pembelajaran

Kasus longsor Gunung Kuda dapat dibandingkan dengan bencana tambang lain seperti:

Pembelajaran penting adalah perlunya regulasi yang ketat dan pengawasan berbasis teknologi, serta pelibatan masyarakat lokal sebagai pengawas tambahan.


XVII. Penutup dan Harapan

Kasus ini harus menjadi momentum pembenahan serius sektor pertambangan di Indonesia, khususnya dalam hal keselamatan kerja dan pengelolaan risiko bencana. Dengan penegakan hukum yang tegas terhadap pemilik dan pengawas tambang, diharapkan tercipta budaya kerja yang bertanggung jawab demi melindungi nyawa manusia dan lingkungan.

XVIII. Dampak Lingkungan Jangka Panjang dan Pemulihan Ekosistem

Selain korban jiwa dan kerugian sosial ekonomi, longsor tambang Gunung Kuda memberikan dampak negatif besar pada lingkungan sekitar yang perlu menjadi perhatian serius.

1. Kerusakan Struktur Tanah

Longsoran besar menyebabkan pergeseran tanah dan kerusakan lapisan tanah subur yang menjadi habitat flora lokal. Akibatnya, tanah di area terdampak menjadi tidak stabil dan berisiko longsor susulan.

2. Pencemaran Sumber Air

Debu dan material hasil penambangan yang terbawa air hujan mencemari sungai dan sumber air minum masyarakat setempat. Pencemaran ini mengancam kualitas air dan kesehatan warga yang bergantung pada sumber tersebut.

3. Hilangnya Habitat Flora dan Fauna

Akibat perubahan struktur tanah dan aktivitas tambang, habitat asli flora dan fauna terganggu. Beberapa jenis tanaman endemik dan hewan kecil kemungkinan besar kehilangan tempat hidupnya.


XIX. Peran Pemerintah Daerah dan Provinsi dalam Pengawasan Tambang

Kasus ini mengungkap tantangan pengawasan yang dihadapi pemerintah daerah dan provinsi dalam mengendalikan aktivitas tambang.


XX. Inovasi Teknologi untuk Mencegah Longsor Tambang

Teknologi modern dapat membantu memantau kondisi tambang secara real-time dan memperingatkan potensi bahaya, di antaranya:


XXI. Kesimpulan Akhir

Longsor tambang Gunung Kuda Cirebon bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga peringatan keras akan pentingnya tata kelola tambang yang baik dan pengawasan ketat. Penetapan tersangka pemilik dan pengawas tambang menjadi langkah awal penegakan hukum. Namun, pencegahan melalui teknologi, regulasi, dan pemberdayaan masyarakat adalah kunci utama agar tragedi serupa tidak terulang.

XXII. Data Statistik Tambang dan Longsor di Indonesia

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sepanjang tahun 2024 terdapat sekitar 1.250 titik tambang aktif di Indonesia, dengan 65% berlokasi di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Dari jumlah tersebut, tercatat 78 kasus kecelakaan tambang, termasuk longsor, yang menyebabkan lebih dari 100 korban jiwa.

Data khusus longsor di tambang batu di Jawa Barat:

TahunJumlah Kasus LongsorKorban JiwaLokasi Utama
2020512Sukabumi, Garut
202337Cirebon, Bandung
2025*1 (Gunung Kuda)17Cirebon

*Data sampai Mei 2025

Data ini menegaskan bahwa risiko longsor tambang masih menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian berkelanjutan.


XXIII. Kutipan Resmi dari Pemerintah dan Lembaga Terkait

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Hendra Wijaya, menyatakan:

“Tragedi longsor di Gunung Kuda Cirebon menjadi panggilan penting bagi kita semua untuk memperkuat pengawasan dan penerapan standar keselamatan pertambangan. Keselamatan pekerja adalah prioritas utama yang tidak boleh diabaikan.”

Kepala Dinas Pertambangan Jawa Barat, Ibu Ratna Dewi, menambahkan:

“Kami akan meningkatkan koordinasi dengan pemerintah kabupaten dan pihak kepolisian untuk memastikan seluruh aktivitas tambang berjalan sesuai regulasi. Tidak ada toleransi bagi pelanggaran yang membahayakan jiwa manusia dan lingkungan.”


XXIV. Rekomendasi Kebijakan Berbasis Praktik Terbaik Internasional

Mengacu pada standar dan praktik terbaik yang diterapkan di negara-negara maju seperti Kanada, Australia, dan Afrika Selatan, beberapa rekomendasi penting adalah:

1. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Tambang

2. Penggunaan Teknologi Pemantauan dan Sistem Peringatan Dini

3. Pelibatan Komunitas Lokal dalam Pengawasan Lingkungan

4. Regulasi yang Tegas dan Sanksi Berat


XXV. Penutup dan Harapan

Melalui langkah-langkah tersebut, diharapkan kejadian tragis seperti longsor tambang Gunung Kuda Cirebon tidak terjadi lagi. Pemerintah, pengusaha, pekerja, dan masyarakat harus bersinergi untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan berkelanjutan.

baca juga : Jokowi Ajak Pengusaha Investasi di IKN Saat Harga Tanah Masih Rp1 Juta: Minggu Depan Sudah Naik

Exit mobile version