Pada Sabtu, 17 Mei 2025, Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok menjadi saksi dari sebuah pertemuan budaya yang penuh makna. Komunitas inklusif Bakul Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI dengan bangga menghadirkan Rianto, maestro Tari Lengger Banyumasan, untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam dunia tari tradisional Indonesia. Acara ini menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal di kalangan generasi muda.
Tari Lengger Banyumasan: Warisan Budaya yang Hidup
Tari Lengger Banyumasan merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Kesenian ini dikenal dengan gerakan tari yang enerjik, ekspresif, dan penuh makna, mencerminkan kehidupan masyarakat petani di daerah tersebut. Dalam pertunjukannya, Tari Lengger tidak hanya menampilkan gerakan tari, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan kehidupan melalui simbolisme gerakan dan iringan musik tradisional.
Rianto, sebagai maestro Tari Lengger Banyumasan, memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian ini. Melalui dedikasinya, Rianto telah membawa Tari Lengger ke panggung internasional, memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia.
Bakul Budaya FIB UI: Ruang Kreativitas dan Inklusivitas
Komunitas Bakul Budaya FIB UI merupakan wadah bagi mahasiswa dan masyarakat umum untuk mengeksplorasi, mempelajari, dan melestarikan berbagai bentuk kesenian dan budaya Indonesia. Dengan semangat inklusif, komunitas ini membuka ruang bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan budaya, tanpa memandang latar belakang. Melalui berbagai program dan acara, Bakul Budaya berupaya menjadikan seni dan budaya sebagai sarana untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Pertemuan yang Menginspirasi
Kehadiran Rianto di Bakul Budaya FIB UI pada 17 Mei 2025 memberikan pengalaman berharga bagi para peserta. Selama kurang lebih satu setengah jam, Rianto membimbing lebih dari enam puluh anggota Bakul Budaya dalam mempelajari Tari Lengger Sekar Melati, sebuah karya ciptaannya. Tari ini terdiri dari tujuh bagian dengan gerakan yang beragam dan tempo yang cepat, mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Banyumas.
Rianto menjelaskan bahwa Tari Lengger Banyumasan dapat ditarikan oleh baik laki-laki maupun perempuan, menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam kesenian. Ia juga menekankan bahwa menari bagi dirinya bukan sekadar aktivitas fisik, tetapi juga merupakan bentuk ibadah dan perjalanan spiritual yang mendalam. Melalui gerakan tari, Rianto berusaha menyampaikan pesan-pesan kehidupan dan nilai-nilai luhur budaya Indonesia.
Membangun Jembatan Budaya
Kegiatan ini juga menjadi jembatan antara generasi muda dengan warisan budaya nenek moyang. Melalui pembelajaran langsung dari seorang maestro, para peserta mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang filosofi dan nilai-nilai yang terkandung dalam Tari Lengger. Selain itu, interaksi langsung dengan Rianto membuka wawasan tentang bagaimana kesenian tradisional dapat berkembang dan tetap relevan di era modern.
Lebih dari sekadar pembelajaran tari, pertemuan ini juga menjadi ruang untuk berdiskusi tentang pentingnya pelestarian budaya dan peran generasi muda dalam menjaga warisan leluhur. Dengan semangat kebersamaan dan rasa cinta terhadap budaya, Bakul Budaya FIB UI bersama Rianto berkomitmen untuk terus melestarikan dan mengembangkan Tari Lengger Banyumasan sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
Kesimpulan
Kehadiran Rianto di Bakul Budaya FIB UI bukan hanya sekadar acara pelatihan tari, tetapi juga merupakan langkah konkret dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia. Melalui kegiatan ini, diharapkan generasi muda semakin sadar akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya, serta dapat berkontribusi aktif dalam memajukan kesenian tradisional di tanah air.
Dengan semangat dan dedikasi, Bakul Budaya FIB UI bersama Rianto menunjukkan bahwa seni dan budaya adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan, serta menjadi kekuatan dalam mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Rianto Maestro Tari Lengger Banyumasan: Berbagi Ilmu di Komunitas Bakul Budaya FIB UI
Pada Sabtu, 17 Mei 2025, Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok menjadi saksi dari sebuah pertemuan budaya yang penuh makna. Komunitas inklusif Bakul Budaya Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI dengan bangga menghadirkan Rianto, maestro Tari Lengger Banyumasan, untuk berbagi ilmu dan pengalaman dalam dunia tari tradisional Indonesia. Acara ini menjadi momentum penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal di kalangan generasi muda.
Tari Lengger Banyumasan: Warisan Budaya yang Hidup
Tari Lengger Banyumasan merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional yang berasal dari Banyumas, Jawa Tengah. Kesenian ini dikenal dengan gerakan tari yang enerjik, ekspresif, dan penuh makna, mencerminkan kehidupan masyarakat petani di daerah tersebut. Dalam pertunjukannya, Tari Lengger tidak hanya menampilkan gerakan tari, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan kehidupan melalui simbolisme gerakan dan iringan musik tradisional.
Rianto, sebagai maestro Tari Lengger Banyumasan, memiliki peran yang sangat penting dalam melestarikan dan mengembangkan kesenian ini. Melalui dedikasinya, Rianto telah membawa Tari Lengger ke panggung internasional, memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia.
Bakul Budaya FIB UI: Ruang Kreativitas dan Inklusivitas
Komunitas Bakul Budaya FIB UI merupakan wadah bagi mahasiswa dan masyarakat umum untuk mengeksplorasi, mempelajari, dan melestarikan berbagai bentuk kesenian dan budaya Indonesia. Dengan semangat inklusif, komunitas ini membuka ruang bagi siapa saja untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan budaya, tanpa memandang latar belakang. Melalui berbagai program dan acara, Bakul Budaya berupaya menjadikan seni dan budaya sebagai sarana untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa.
Pertemuan yang Menginspirasi
Kehadiran Rianto di Bakul Budaya FIB UI pada 17 Mei 2025 memberikan pengalaman berharga bagi para peserta. Selama kurang lebih satu setengah jam, Rianto membimbing lebih dari enam puluh anggota Bakul Budaya dalam mempelajari Tari Lengger Sekar Melati, sebuah karya ciptaannya. Tari ini terdiri dari tujuh bagian dengan gerakan yang beragam dan tempo yang cepat, mencerminkan dinamika kehidupan masyarakat Banyumas.
Rianto menjelaskan bahwa Tari Lengger Banyumasan dapat ditarikan baik oleh laki-laki maupun perempuan, menegaskan sifat inklusif dari kesenian ini. Ia juga menekankan pentingnya memahami filosofi di balik gerakan tari, yang berakar pada kehidupan masyarakat petani dan hubungan harmonis dengan alam.
Sebelum memulai sesi tari, peserta diajak untuk melakukan pemanasan dengan Senam Keluhuran Nuswantara, sebuah senam tradisional yang berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini dipimpin oleh anggota Bakul Budaya dan bertujuan untuk mempersiapkan tubuh dan pikiran sebelum berlatih tari.purwokertokita.com+2kompas.tv+2purwokerto.inews.id+2
Selama sesi tari, Rianto dengan sabar membimbing peserta, memberikan koreksi, dan menjelaskan makna di balik setiap gerakan. Antusiasme peserta terlihat jelas, dengan semangat untuk mempelajari dan melestarikan Tari Lengger Banyumasan.
Makna di Balik Kegiatan
Kegiatan ini memiliki makna yang mendalam, tidak hanya dalam konteks pelestarian budaya, tetapi juga dalam upaya membangun kesadaran akan pentingnya keberagaman dan inklusivitas dalam seni. Dengan menghadirkan Rianto, Bakul Budaya FIB UI menunjukkan komitmennya untuk memperkenalkan dan melestarikan kesenian tradisional Indonesia kepada generasi muda.
Selain itu, kegiatan ini juga menjadi wadah bagi peserta untuk belajar tentang pentingnya hubungan harmonis antara manusia dan alam, sebuah nilai yang terkandung dalam filosofi Tari Lengger Banyumasan. Melalui pemahaman ini, diharapkan generasi muda dapat lebih menghargai dan menjaga kekayaan budaya serta alam Indonesia.
Kesimpulan
Kehadiran Rianto di Komunitas Bakul Budaya FIB UI pada 17 Mei 2025 merupakan langkah penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan Tari Lengger Banyumasan. Melalui kegiatan ini, peserta tidak hanya belajar tentang teknik tari, tetapi juga memahami filosofi dan nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian tersebut. Semoga kegiatan seperti ini dapat terus dilaksanakan, sehingga generasi muda Indonesia dapat lebih mencintai dan melestarikan kekayaan budaya bangsa.
Rianto: Sang Maestro dan Pelestari Tari Lengger Banyumasan
Rianto bukan sekadar seorang penari atau guru tari biasa. Ia adalah sosok yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk menjaga dan mengembangkan Tari Lengger Banyumasan, sebuah warisan budaya yang kaya dan sarat makna. Berawal dari kecintaannya terhadap budaya Banyumas sejak kecil, Rianto terus menggali, mempelajari, dan mengembangkan tari ini hingga menjadi bentuk seni yang tidak hanya menghibur, tapi juga mendidik dan menginspirasi.
Sebagai maestro, Rianto memiliki kewajiban moral dan sosial untuk meneruskan tradisi ini ke generasi berikutnya. Ia percaya bahwa budaya adalah jantung identitas sebuah bangsa. Dengan berbagi ilmunya di Komunitas Bakul Budaya FIB UI, Rianto tidak hanya mentransfer teknik dan gerakan tari, tapi juga menanamkan nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalamnya, seperti rasa hormat terhadap alam, solidaritas sosial, dan keindahan hidup yang sederhana.
Rianto juga aktif mengadakan pelatihan, workshop, serta pertunjukan tari di berbagai daerah, bahkan hingga mancanegara. Usahanya dalam mengangkat Tari Lengger Banyumasan ke panggung internasional membuktikan bahwa seni tradisional Indonesia memiliki tempat dan daya tarik global. Dalam setiap kesempatan, ia selalu menekankan pentingnya inovasi dalam pelestarian seni tanpa menghilangkan nilai-nilai asli budaya.
Tari Lengger Banyumasan: Sejarah dan Filosofi yang Mendalam
Tari Lengger Banyumasan berasal dari Banyumas, sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang kaya akan tradisi dan budaya. Tari ini awalnya berkembang sebagai bagian dari ritual dan upacara adat masyarakat petani untuk memohon keselamatan dan kesuburan hasil panen. Melalui gerakan tari yang dinamis, para penari mengekspresikan kegembiraan, rasa syukur, serta harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Secara etimologi, “Lengger” memiliki arti “gerak lincah dan anggun,” sedangkan “Banyumasan” menunjuk pada asal daerahnya. Tari Lengger Banyumasan sering kali dipentaskan dalam kelompok dengan penari laki-laki dan perempuan yang saling berinteraksi dalam dialog gerak, menciptakan harmoni yang mengesankan.
Filosofi Tari Lengger sangat kental dengan nilai kebersamaan dan keseimbangan antara manusia dengan alam sekitar. Gerakan-gerakan yang energik mencerminkan semangat hidup masyarakat Banyumas yang bergelut dengan alam dan kesederhanaan. Musik pengiring yang khas, menggunakan instrumen tradisional seperti kendang, siter, dan gong, memberikan irama yang hidup dan menjiwai setiap gerakan penari.
Komunitas Bakul Budaya FIB UI: Menggali dan Menumbuhkan Cinta Budaya
Bakul Budaya, sebagai komunitas mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya di Universitas Indonesia, memiliki misi untuk menjadi penggerak pelestarian seni dan budaya Indonesia di lingkungan akademik dan masyarakat luas. Komunitas ini bukan sekadar tempat berkumpulnya pecinta seni, tapi juga menjadi laboratorium kreativitas yang mendorong para anggotanya untuk aktif menggali, mempelajari, dan mempraktikkan seni tradisional maupun modern.
Melalui program-program edukatif seperti workshop, seminar, pentas seni, dan kolaborasi dengan seniman tradisional seperti Rianto, Bakul Budaya berupaya menciptakan ruang inklusif bagi semua pihak yang ingin terlibat dalam pelestarian budaya. Pendekatan yang inklusif ini sangat penting mengingat keberagaman Indonesia, sehingga seni dan budaya dapat menjadi jembatan pemersatu bangsa.
Proses Pembelajaran Tari Lengger di Bakul Budaya: Dinamika dan Tantangan
Belajar tari tradisional seperti Tari Lengger tidak semudah membalikkan tangan. Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan rasa hormat terhadap tradisi yang diwariskan turun-temurun. Dalam sesi pelatihan bersama Rianto, para peserta diajak memahami dasar-dasar gerakan, ritme musik, dan makna simbolik dari setiap bagian tari.
Sesi dimulai dengan pemanasan menggunakan Senam Keluhuran Nuswantara, yang berfungsi untuk menyiapkan tubuh dan menyelaraskan energi peserta. Kemudian, Rianto memandu dengan memberikan demonstrasi langkah demi langkah, memperhatikan detail seperti postur, ekspresi wajah, dan koordinasi gerak. Peserta juga belajar tentang pentingnya sikap dan kepercayaan diri saat menari.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah mengintegrasikan unsur modern dalam proses pembelajaran tanpa menghilangkan kekhasan tari tradisional. Rianto dan Bakul Budaya bersama-sama mencari pendekatan yang seimbang, misalnya dengan menggunakan media digital untuk membantu proses belajar, tetapi tetap menjaga keaslian teknik dan filosofi tari.
Dampak Sosial dan Budaya dari Pelestarian Tari Lengger
Pelestarian Tari Lengger Banyumasan melalui kegiatan komunitas seperti Bakul Budaya FIB UI memberikan dampak positif yang luas. Pertama, kegiatan ini menghidupkan kembali minat generasi muda terhadap seni tradisional yang selama ini cenderung terlupakan karena arus modernisasi dan globalisasi.
Kedua, melalui pertukaran pengetahuan dan pengalaman antar generasi, budaya lokal tidak hanya dipertahankan, tetapi juga dikembangkan agar tetap relevan dengan zaman. Ini sangat penting agar seni tradisional tidak hanya menjadi museum hidup, melainkan terus tumbuh dan berkembang.
Ketiga, pelestarian seni seperti Tari Lengger turut memperkuat identitas nasional dan mempererat rasa kebersamaan antarwarga Indonesia. Seni menjadi bahasa universal yang mampu menyatukan berbagai suku, bahasa, dan budaya di Nusantara.
Masa Depan Tari Lengger Banyumasan: Inovasi dan Kolaborasi
Melihat perkembangan zaman, pelestarian Tari Lengger Banyumasan memerlukan inovasi dan kolaborasi yang berkelanjutan. Rianto bersama komunitas Bakul Budaya dan berbagai pihak terkait terus mendorong penggabungan elemen modern dan digitalisasi sebagai bagian dari strategi pelestarian.
Misalnya, pembuatan dokumentasi video berkualitas tinggi, platform pembelajaran online, dan kolaborasi lintas disiplin seperti tari dengan teknologi multimedia atau pertunjukan teatrikal kontemporer. Pendekatan ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas, terutama generasi digital, sehingga budaya tradisional tidak kehilangan relevansinya.
Penutup: Menghargai dan Mewariskan Kekayaan Budaya
Kegiatan berbagi ilmu oleh Rianto di Komunitas Bakul Budaya FIB UI bukan hanya sekadar pelajaran tari, tapi sebuah ajakan untuk mencintai dan menjaga warisan budaya Indonesia. Di tengah era globalisasi yang membawa banyak pengaruh luar, menjaga akar budaya menjadi sebuah keniscayaan.
Dengan dukungan komunitas dan generasi muda yang peduli, Tari Lengger Banyumasan dan berbagai kesenian tradisional lainnya memiliki peluang besar untuk tetap hidup, berkembang, dan menjadi sumber inspirasi tidak hanya bagi bangsa Indonesia, tapi juga dunia.
Perjalanan Hidup Rianto: Dari Anak Desa Hingga Maestro Tari Lengger
Rianto lahir dan besar di sebuah desa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, yang menjadi pusat pengembangan Tari Lengger. Sejak kecil, ia sudah terbiasa menyaksikan berbagai pertunjukan kesenian tradisional di desanya, termasuk Tari Lengger yang sangat populer di masyarakat. Berawal dari ketertarikan pribadi terhadap tari, Rianto kemudian berguru pada para seniman tua yang ahli dalam Tari Lengger.
Proses pembelajaran yang dilaluinya tidak mudah. Ia harus berlatih keras, mengulang gerakan demi gerakan sampai benar-benar menguasai setiap teknik. Lebih dari itu, Rianto belajar memahami makna filosofis dari tari ini, yang menyimpan pesan moral dan sosial penting untuk kehidupan masyarakat Banyumas.
Selain belajar langsung dari maestro-mestro senior, Rianto juga aktif mengikuti berbagai festival seni dan kompetisi tari baik di tingkat regional maupun nasional. Keikutsertaannya ini membukakan jalan baginya untuk dikenal luas sebagai maestro Tari Lengger. Namun, keberhasilan Rianto bukan hanya soal prestasi, tapi juga semangatnya untuk mentransmisikan ilmu dan budaya ke generasi penerus.
Detail Filosofi dan Makna Tari Lengger Banyumasan
Setiap gerakan dalam Tari Lengger memiliki arti simbolis yang mendalam. Misalnya, gerakan tangan yang luwes melambangkan keharmonisan manusia dengan alam. Sementara langkah kaki yang mantap dan berirama menggambarkan keteguhan hati masyarakat petani yang bergulat dengan alam demi hasil panen.
Dalam beberapa bagian Tari Lengger, ada unsur dialog antara penari pria dan wanita yang merepresentasikan dinamika hubungan sosial dan komunikasi dalam komunitas. Ini menjadi simbol penting bagaimana masyarakat Banyumas memandang nilai gotong royong dan saling menghormati.
Alat musik tradisional yang mengiringi Tari Lengger, seperti kendang, gong, dan siter, tidak hanya memberikan ritme tapi juga menjadi sarana ekspresi budaya yang kaya. Irama musik ini dirancang untuk membangkitkan semangat dan energi penari sekaligus menciptakan suasana magis yang menghubungkan manusia dengan alam dan leluhur.
Bakul Budaya: Merangkul Mahasiswa dan Masyarakat untuk Melestarikan Seni
Bakul Budaya FIB UI menjadi rumah bagi mereka yang mencintai dan ingin menggali lebih dalam berbagai seni dan budaya Indonesia. Komunitas ini terbuka untuk semua kalangan, tidak hanya mahasiswa seni tapi juga mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu maupun masyarakat umum.
Kegiatan di Bakul Budaya sangat variatif, mulai dari diskusi seni, workshop, pementasan, hingga kolaborasi dengan seniman dan budayawan. Kehadiran Rianto sebagai narasumber utama dalam workshop Tari Lengger menunjukkan bagaimana komunitas ini berperan sebagai jembatan antara seni tradisional dan generasi muda perkotaan yang aktif dan kritis.
Melalui pendekatan yang inklusif dan kreatif, Bakul Budaya berusaha menghilangkan stigma bahwa seni tradisional itu kuno dan membosankan. Mereka ingin membuktikan bahwa seni tradisional bisa hidup dan relevan jika dikemas dengan cara yang tepat.
Pembelajaran Tari Lengger: Antara Tradisi dan Adaptasi
Saat belajar Tari Lengger bersama Rianto, para peserta tidak hanya fokus pada teknik gerak, tetapi juga belajar sejarah dan konteks budaya tari tersebut. Rianto selalu menekankan pentingnya memahami asal-usul dan makna setiap gerakan, agar tidak sekadar menari, tapi juga menyampaikan cerita dan nilai yang terkandung.
Salah satu hal menarik adalah bagaimana peserta diajak beradaptasi dengan tempo dan ritme yang cukup cepat dalam Tari Lengger Sekar Melati. Latihan ini menuntut konsentrasi tinggi dan kekompakan, sehingga membangun kedisiplinan sekaligus kekompakan sosial antar peserta.
Selain itu, Rianto juga menyoroti pentingnya kebugaran fisik dan latihan pernapasan yang baik agar penari bisa tampil maksimal dan tahan lama. Hal ini menggabungkan pendekatan tradisional dengan prinsip-prinsip modern dalam pelatihan fisik.
Tantangan Pelestarian Tari Tradisional di Era Modern
Pelestarian Tari Lengger tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama di era modern di mana budaya populer dan teknologi digital sangat mendominasi. Banyak generasi muda yang kurang tertarik pada seni tradisional karena dianggap kuno dan kurang ‘gaul’.
Untuk itu, pendekatan yang dilakukan Rianto dan komunitas seperti Bakul Budaya sangat strategis. Mereka menggabungkan metode pembelajaran konvensional dengan teknologi seperti video tutorial, media sosial, dan pertunjukan virtual untuk menjangkau audiens lebih luas.
Selain itu, penting juga adanya dukungan pemerintah dan lembaga kebudayaan untuk menyediakan dana, fasilitas, dan program yang memadai agar pelestarian budaya dapat berjalan efektif dan berkelanjutan.
Kolaborasi dan Inovasi sebagai Kunci Masa Depan
Dalam beberapa tahun terakhir, kolaborasi lintas bidang seni dan teknologi mulai muncul sebagai solusi inovatif untuk melestarikan tari tradisional. Rianto sendiri terbuka untuk bekerjasama dengan seniman kontemporer, desainer multimedia, dan ahli teknologi untuk membuat pertunjukan Tari Lengger yang lebih interaktif dan menarik bagi generasi milenial dan Z.
Misalnya, penggabungan tari dengan visualisasi digital, augmented reality (AR), dan storytelling interaktif dapat menjadi medium baru dalam mengenalkan Tari Lengger kepada publik yang lebih luas dan global.
Manfaat Sosial dan Pendidikan dari Pelatihan Tari Tradisional
Selain sebagai sarana pelestarian budaya, pelatihan tari seperti yang dilakukan Rianto di Bakul Budaya juga memiliki nilai edukatif dan sosial yang tinggi. Melalui kegiatan ini, peserta belajar nilai-nilai kebersamaan, disiplin, kesabaran, dan rasa hormat antar sesama.
Di sisi psikologis, menari dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan kepercayaan diri, dan memperbaiki koordinasi motorik. Secara sosial, kegiatan tari dapat menjadi alat untuk memperkuat jaringan sosial dan mempererat hubungan antar anggota komunitas.
Kesimpulan Akhir
Rianto dan Komunitas Bakul Budaya FIB UI membuktikan bahwa pelestarian Tari Lengger Banyumasan bukan sekadar menjaga tradisi lama, tapi juga memelihara jati diri bangsa yang kaya dan beragam. Dengan menggabungkan ilmu, filosofi, dan teknologi, mereka membuka jalan bagi generasi muda untuk mencintai, mengembangkan, dan membagikan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia.
Semangat seperti ini yang harus terus didukung dan dikembangkan agar warisan budaya tidak hanya menjadi kenangan masa lalu, tapi menjadi sumber kekuatan dan inspirasi bagi masa depan bangsa.
Testimoni Peserta: Pengalaman Mendalam Belajar Tari Lengger Bersama Rianto
Banyak peserta workshop Tari Lengger di Bakul Budaya FIB UI yang merasa mendapatkan pengalaman berharga dan perspektif baru setelah belajar langsung dari maestro Rianto. Berikut beberapa cuplikan testimoni mereka:
Sari, Mahasiswa Sastra Indonesia:
“Awalnya saya pikir Tari Lengger itu hanya sekadar tarian daerah yang biasa. Tapi setelah ikut workshop ini, saya sadar bahwa setiap gerakan punya makna dan cerita yang sangat dalam. Saya jadi lebih menghargai budaya lokal dan ingin terus belajar lebih banyak lagi.”
Rizky, Mahasiswa Sejarah:
“Belajar langsung dari Pak Rianto itu inspiratif banget. Beliau sangat sabar dan detail menjelaskan filosofi tari serta tekniknya. Saya juga jadi paham bagaimana seni tradisional bisa jadi media edukasi dan pengikat sosial.”
Dewi, Mahasiswa Psikologi:
“Selain belajar tari, saya merasakan manfaat psikologisnya. Menari membuat saya lebih rileks dan percaya diri. Saya pikir kegiatan seperti ini sangat bagus untuk meningkatkan kesehatan mental dan kebersamaan.”
Testimoni ini menunjukkan bahwa pelatihan tari tradisional tidak hanya soal teknik, tapi juga memperkaya wawasan, nilai-nilai budaya, dan kesejahteraan peserta.
Peran Teknologi Digital dalam Pelestarian Tari Tradisional
Di era digital, pelestarian budaya tradisional tidak bisa lepas dari teknologi. Rianto dan Bakul Budaya mulai memanfaatkan berbagai platform digital untuk mengembangkan dan memperkenalkan Tari Lengger Banyumasan ke masyarakat luas.
Video Tutorial dan Dokumentasi:
Video pelatihan dan dokumentasi pertunjukan Tari Lengger diunggah ke YouTube dan media sosial lain, sehingga siapa saja di mana saja bisa belajar tari ini secara mandiri. Hal ini membantu menjangkau audiens yang lebih luas, termasuk diaspora Indonesia di luar negeri.
Media Sosial dan Kampanye Budaya:
Bakul Budaya aktif menggunakan Instagram, TikTok, dan Facebook untuk berbagi konten edukatif tentang Tari Lengger dan seni tradisional lainnya. Kampanye digital ini membuat budaya tradisional semakin relevan di kalangan anak muda.
Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR):
Sebagai langkah inovatif, Bakul Budaya dan beberapa seniman teknologi mulai mengembangkan pertunjukan Tari Lengger berbasis VR dan AR. Ini memungkinkan penonton mengalami kesenian secara immersif dan interaktif, membuka peluang baru dalam pelestarian budaya.
Teknologi membuka jalan baru agar seni tradisional tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang sesuai dengan tuntutan zaman.
Pengembangan Komunitas Budaya di Lingkungan Kampus
Komunitas seperti Bakul Budaya memiliki potensi besar dalam menghidupkan kesadaran dan kecintaan terhadap budaya tradisional di kalangan mahasiswa. Selain sebagai sarana belajar dan berekspresi, komunitas budaya juga berperan sebagai jembatan antar budaya dari berbagai daerah di Indonesia.
Program Kolaborasi Lintas Fakultas:
Bakul Budaya dapat mengembangkan program lintas fakultas yang melibatkan mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, sehingga muncul perspektif baru dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Misalnya, kolaborasi dengan fakultas teknologi untuk membuat aplikasi edukasi tari tradisional.
Festival Budaya Kampus:
Mengadakan festival budaya tahunan yang melibatkan seluruh komunitas seni dan budaya di kampus. Festival ini bisa menjadi platform untuk memperkenalkan Tari Lengger dan seni tradisional lain secara lebih luas dan interaktif.
Workshop Rutin dan Pelatihan Lanjutan:
Menjadwalkan workshop rutin dan pelatihan lanjutan dengan menghadirkan maestro atau budayawan sebagai narasumber agar anggota komunitas terus mengasah kemampuan dan memperdalam pengetahuan budaya.
Dengan pengelolaan yang baik, komunitas budaya bisa menjadi wahana penting bagi regenerasi dan pelestarian budaya tradisional di kampus.
Tari Lengger dan Penguatan Identitas Lokal di Tengah Globalisasi
Globalisasi membawa tantangan besar terhadap keberlangsungan budaya lokal. Namun, melalui Tari Lengger Banyumasan, komunitas seperti Bakul Budaya berupaya memperkuat identitas lokal sekaligus membangun jembatan antar budaya.
Tari Lengger mengajarkan nilai-nilai khas masyarakat Banyumas yang berakar pada kebersamaan, penghormatan pada alam, dan harmoni sosial. Nilai-nilai ini tidak hanya relevan secara lokal, tapi juga memiliki makna universal yang dapat diterima secara luas.
Dengan mengenalkan dan mengadaptasi tari ini di lingkungan urban dan kampus, generasi muda diajak untuk tidak melupakan akar budaya mereka sekaligus membuka diri terhadap keberagaman dan perubahan zaman.
baca juga : Tragis! Balita 2 Tahun di Riau Tewas Dianiaya Pasutri Pengasuh, Ditemukan Video Penyiksaannya